Detail Berita

Berkat Embung dan Irigasi Tersier, Lahan Marginal di Bondowoso Produktif

umum

Editor Utama

Berkat Embung dan Irigasi Tersier, Lahan Marginal di Bondowoso Produktif

BONDOWOSO – Lahan marginal harus bisa dimanfaatkan sepenuhnya oleh masyarakat untuk pertanian. Salah satunya di Bondowoso, embung dan saluran irigasi tersier sangat diharapkan.

Kementerian Pertanian melalui Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP) setiap tahunnya mempersiapkan sarana pembangunan embung pertanian dan rehabilitasi jaringan irigasi tersier (RJIT).

Direktur Jenderal PSP Sarwo Edhy mengungkapkan, selama tahun 2018, Ditjen PSP membangunkan 399 unit embung pertanian dan 134.475 hektar jaringan irigasi tersier yang direhabilitasi.

“Dearah yang ingin membangun embung atau irigasi tersier, silakan ajukan ke Ditjen PSP. Bisa melalui Dinas Pertanian di wilayahnya masing-masing,” ujar Sarwo Edhy, Jumat (1/3).

Di Bondowoso, terdapat tiga sarana air, yaitu dua unit embung di Desa Cangkring, Kecamatan Prajekan dan rehabilitasi jaringan irigasi tersier di Desa Sempol, Kecamatan Prajekan.

Semuanya dilakukan secara swakelola oleh kelompok tani atau Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) dengan dana Rp 120 juta/unit untuk embung dan Rp 1.1 juta per hektar untuk RJIT.

“Embung di sini sudah dimanfaatkan oleh petani. Dibantu pompa, Alhamdulilah sekarang sudah bisa ditanami jagung minimal 2 kali setahun,” tutur Mantri Tani Kecamatan Prajekan, Bagus ketika menemani Kasubdit Iklim Konservasi Air dan Lingkungan Hidup, Ditjen PSP, Andi Halu.

Bagus menuturkan, dibangunnya embung di Desa Cangkring juga untuk memfasilitasi pengairan yang sempat terputus karena DAM Pluncong yang jebol. Padahal, DAM Pluncong diandalkan untuk mengairi Desa Cangkring seluas 200 hektar dan Desa Walidono seluas 200 hektar.

“Selama 1 tahun (2017) petani tidak bisa bertanam karena memang tidak ada airnya,” ungkap Bagus.

Tetapi sekarang dengan adanya embung, permasalahan pengairan di Desa Cangkring bisa terselesaikan. Embung di Desa Cangkring yang dikelola HIPPA Unggul bahkan memiliki kapasitas tampung 500 meter kubik memiliki solar cell .

“Memang sebelumnya sudah ada, untuk memompa air bersih. Tapi sayang sekali sering terbuang dan hanya bisa mengalir kalau siang hari,” bebernya.

Sebelumnya, luas peetanaman hanya sekitar 25 hektar. Namun kini sudah seluas 45 hektar lahan yang bisa ditanam. Dahulu, hanya 15 hektar lahan yang tertanami. Namun kini sudah 35 hektar yang tertanam dan terlayani aliran air.

Embung lainnya di Desa Cangkring yang dikelola Kelompok Tani Cangkring Jaya 5 berada di lintasan sungai.

“Di sini bisa sampai 3 kali tanam setahun. Padi-Padi-Jagung atau Padi-Padi-Padi. Pokoknya petani semakin antusias adanya embung ini,” sebutnya.

Sedangkan untuk Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier di Desa Sempol, Bagus menuturkan dilakukan swakelola oleh HIPPA Sido Mulyo dengan panjang saluran 130 meter. Pergiliran air yang masuk ke jaringan irigasi tersier dilakukan dengan aturan 8 hari mengalir, 2 hari mati.

“Alhamdulilah dengan bantuan pompa. Meskipun air mati, petani masih bisa memasukkan air ke irigasi,” tutur Bagus.

JIT tersebut bisa mengairi sawah dengan luasan 90-105 hektar. Daerah Irigasi (DI) yang mengalir kesini adalah DI Sampean Baru.

Kasubdit Iklim Konservasi Air dan Lingkungan Hidup, Ditjen PSP, Andi Halu mengapresiasi embung dan RJIT yang sudah dibangun dan dirasakan manfaatnya di Kab. Bondowoso. Tinggal, bagaimana masyarakat dan pengelola embung bisa merawat infrastruktur air ini agar bisa semakin optimal dalam pemanfaatannya untuk pertanian.

“Bisa menaikkan IP 1 kali dari yang hanya 1 kali menjadi 2 kali setahun bisa juga 3 kali. Tolong infrastruktur ini dijaga bersama demi kesejahteraan petani,” tuturnya.

SHARE :

© Copyright 2024, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian - Kementerian Pertanian RI